Selasa, 23 Mei 2017

Jasa Pembuatan Karya Ilmiah Para Guru


Pusing Menyusun Administrasi Pembelajaran?
disini Solusinya 081222940294 (SMS / WA)

 udul di atas pasti pernah didengar oleh pembaca, pembaca yang sudah bekerja di perkantoran atau dunia bisnis pasti juga sering mengucapkan kata-kata “profesionalisme”. Namun penulis ingin mereview kembali akan makna profesionalisme yang mungkin masih banyak orang yang belum paham. Tulisan ini merupakan ringkasan dari berbagai referensi yang ada terkait profesionalisme.
Profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau profesi telah lama mendapatkan perhatian dari para ilmuwan dan praktisi. Bahkan Burns dan Haga (1977) memberikan perhatian khusus dalam mengkaji berbagai hal mengenai profesionalisme. Seseorang yang mempunyai tingkat profesionalitas yang tinggi akan tercermin dari kinerjanya. Kinerja berkaitan erat dengan tujuan sebagai suatu hasil perilaku seseorang yang mempunyai profesi. Kinerja disini dapat diartikan bahwa dalam menjalankan pekerjaan sangat mengutamakan kualitas hasil kerja tanpa cacat, berusaha maksimal untuk memuaskan konsumen atau klien yang dihadapi, empati terhadap konsumen, mampu memahami konsumen dan berkomunikasi dengan gaya bahasa yang menyenangkan kedua belah pihak, serta mampu memenuhi harapan konsumen.
Profesionalisme secara umum dapat dikatakan sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada. Profesionalisme merupakan elemen dari motivasi yang memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang tinggi (Ifada dan Ja’far, 2005). Profesionalisme juga merupakan suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus. Sedangkan yang dimaksud dengan profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
Menurut Sumardi (2001), penggunaan istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai sebuah profesi. Seseorang yang mempunyai tingkat profesionalitas tinggi harus melakukan pembelajaran secara teratur dan sistematik, mencakup teori, ketrampilan dan metode untuk kemudian menjaga prestasi dan perilaku kerjanya dengan standar yang tinggi. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki profesionalisme tinggi dicirikan dengan: (1) Mengetahui dan menyadari akan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, (2) Meluangkan seluruh waktunya pada profesi yang ditekuninya, (3) Segala pemerolehan finansial bersumber dari profesinya, (4) Memiliki tingkat kebanggaan yang tinggi akan profesinya, (5) Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaku profesi harus meletakan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat, (6) Memiliki kaidah dan standar moral yang tinggi dalam menjalankan profesi, (7) Memiliki izin khusus untuk menjalankan profesi, khususnya bagi profesi-profesi tertentu yang sifatnya resmi dan memerlukan pengetahuan dan kompetensi yang tidak terdapat pada profesi lainnya, misalnya dokter umum atau dokter spesialis, (8) Mampu mengenali dengan jelas hakekat profesi yang dimiliki dengan profesi lain, (9) Memiliki organisasi profesi yang kuat, (10) Setiap profesi memiliki klien (konsumen) yang jelas. Klien disini bermakna sebagai pihak pemakai jasa profesi. Misalnya dokter mempunyai klien seorang pasien yang menderita sakit.
Brooks (1995) menyatakan bahwa profesi berbeda dengan profesionalisme, namun keduanya tidak dapat dipisahkan sebagai sebuah kesatuan. Profesi adalah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya mempunyai pengetahuan khusus yang diperoleh melalui pelatihan atau pengalaman lain, atau bahkan diperoleh dari kedua-duanya, memberikan jasa dengan mengutamakan mutu pelayanan berdasarkan ilmu yang dimilikinya dan memerlukan kebebasan dalam menjalankan profesi, dan oleh karenanya harus ada kode etik profesi. Armstrong (1991) menyatakan kriteria profesi sebagai berikut:
  1. Skills based on theoretical knowledge; the provision of training and education,
  2. A test of competence of members administered by a professional body,
  3. A formal professional organization which has the power to regulate entry to the profession,
  4. A professional code of conduct.
Konsep profesionalisme yang berkembang selama ini secara rinci dikemukakan oleh Hall (1968), Morrow dan Goetz (1988). Profesionalisme disini adalah profesional pada level individual. Menurut Morrow dan Goetz (1988), profesionalisme mengandung lima elemen: (1) pengabdian pada profesi (dedication) yang tercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari pencerahan diri secara total terhadap pekerjaaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan bukan sekedar alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan totalitas adalah merupakan komitmen pribadi sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan kepuasan material, (2) kewajiban sosial (social obligation) yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesionalisme itu sendiri, karena adanya pekerjaan tersebut, (3) kemandirian (autonomy demands) yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesionalisme harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain, (4) keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation), yaitu suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaannya, dan (5) hubungan dengan sesama profesi (profesional community affiliation), yaitu penggunaan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok–kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan ini. Melalui ikatan profesi ini, profesional membangun kesadaran profesinya.

Dari penjelasan di atas, tentunya kita yang sudah bekerja atau menjalankan bisnis akan bertanya pada diri sendiri, sudahkah saya memiliki profesionalisme dalam bekerja??? Dalam konteks orang yang sudah bekerja di kantor, apapun kantornya seperti di BUMN, PNS, Karyawan Swasta, profesionalisme dicirikan dalam bentuk kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik, tanpa cacat, mampu memberikan hasil output maksimal yang diharapkan kantornya. Dengan kata lain orang tersebut mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap kantornya. Apabila pekerjaan yang bersangkutan terkait dengan bagian-bagian lain di dalam kantor, individu yang bersangkutan mampu untuk berinteraksi dengan baik dan tidak menjatuhkan satu sama lain hanya untuk kepentingan sesaat. Memang yang namanya profesionalisme juga identik atau terkait dengan karakteristik sifat individu tersebut. Namun yang ditekankan adalah bahwa orang yang memiliki profesionalisme juga memiliki cara pandang dan sikap hidup positif dengan orang-orang disekitarnya. Yang tidak boleh dilupakan adalah pribadi yang menjalankan pekerjaan dengan profesional jangan menyimpang dari standar aturan kantor dan tidak melanggar aturan kantor. Di dalam dunia perkantoran, profesionalisme juga dicirikan oleh cara pandang yang tidak ingin menang sendiri, tidak merasa dirinya paling benar, dan mampu membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Bagaimana implementasi profesionalisme dalam berbisnis?? Dalam konteks berbisnis, seseorang dinyatakan profesional apabila mampu menjalankan roda aktifitas bisnis dengan lancar, dan terus berkembang. Visi perusahaan atau visi bisnisnya selaras dengan misinya, dan terus dilaksanakan secara berkesinambungan. Hubungan-hubungan dengan relasi bisnis juga dijaga dengan baik, dan saling menguntungkan. Penggunaan anggaran biaya untuk menopang aktivitas bisnis juga tidak boleh memberatkan perusahaan. Apabila perusahaan meminjam uang di bank dalam bentuk hutang, hendaknya hutang tersebut dapat dikelola dengan baik untuk membesarkan perusahaan. Aktifitas bisnis perusahaan juga harus ada target finansial yang jelas setiap bulannya agar dapat memberi angsuran kredit pada bank. Yang tidak kalah pentingnya hutang tersebut mampu untuk membawa perusahaan lebih baik lagi, memiliki cabang di tempat lain, dan memiliki perluasan bisnis (diversifikasi usaha).

Referensi
Armstrong, Michael, (1991), Personel Management Parctice, Fourth Edition, Kogan Page Limited : London England.
Brooks, Leonard, J., (1995), Professional Ethics For Accountants, West Publishing Company : New York.
Burns, D, Haga, W., (1977), Much A Do About Professionalism : A Second Look At Accounting, The Accounting Review (July) P. 705-715.
Hall, R, (1968), Profesionalization and Bureaucratation, American Sosiological Review 33 P. 92-104.
Ifada dan M. Ja’far., (2005), Pengaruh Sikap Profesionalisme Internal Auditor terhadap Peranan Internal Auditor dalam Pengungkapan Temuan Audit.Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi. Vol.7 No. 3
Morrow, P.C, J.F., Goetz, (1988), Professionalism As Form Of Work Commitment, Journal Of Vacational Behaviour 32 : P.92-111.
Sumardi, (2001), Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja, Tesis Undip Tidak Dipublikasikan.      
 catatan:
Bila Anda membutuhkan bantuan untuk konsultasi penulisan karya ilmiah, bisa hubungi 081227526557 atau pin 5895CF2A. Untuk cetak buku dengan kualitas komersial bisa kami tangani dengan biaya terjangkau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar